ULAMA DAN SATU JUTA DIRHAM


ULAMA DAN SATU JUTA DIRHAM

(Yahya bin Main diwarisi satu juta dirham hingga tersisa hanya sepasang sandal di kaki)

Oleh: Khadim Markaz Al hanifah

            “Sudah tuntas semua keilmuan manusia pada yahya bin mai’n”.[1] begitulah pujian ali al madini untuk imam yahya bin ma’in. 

Abu zakariya yahya bin ma’in, lahir di baghdad pada tahun 158 hijriyah, dan wafat di madinah al munawwarah, beliau adalah seorang al imam al hafiz, imam dalam bidang jarh wa ta’dil, syeikhul muhadditsin, salah satu ulama besar dalam bidang hadits, wara’, zuhud, shodiq, terpercaya dalam ilmu jarh wa ta’dil.

Berkata al hafiz adz dzahabi: “imam yahya bin mai’n adalah seorang imam hafiz, gurunya para hafiz, gurunya para muhaddits, abu zakariya, yahya bin mai’n, dan dia bukan orang arab, akan tetapi sebagian orang mengatakan bahwa orang tuanya dari bani murro dan dia lahir dan di besarkan di bahgdad”.[2]

Sejak kecil imam yahya bin ma’in sudah sangat perhatian dengan ilmu, dikatakan di dalam kitab “qimatuzzan indal ulama”  yang ditulis oleh syeikh abdul fattah abu ghuddah, imam yahya bin ma’in sudah mulai menulis buku pada usia yang masih belia 10 tahun,  ayahnya adalah seorang bangsawan kaya dan meninggalkan hartanya kepada yahya bin mai’n sebanyak seribu dirham dan menghabiskannya hanya untuk menuntut ilmu tanpa tersisa kecuali sendal yang ada di kakinya.[3]

Ibnu ‘adi berkata: “dari yahya bin ma’in berkata bahwasanya ma’in ayahnya imam yahya adalah seorang yang kaya raya, ketika dia meninggal dunia, dia meninggalkan untuk yahya bin ma’in seribu dirham, dan semuanya habis oleh yahya bin ma’in untuk mencari hadits hingga yang tersisa adalah sendal yang terpasang di telapak kakinya”.[4]

Standard harga unta dizaman rasulullah saw adalah 80 dirham, 80 dirham = 20 juta rupiah, berarti 1 dirham = 250 ribu rupiah, 250.000 dikali 1000 = 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah), segitulah yang ditinggallkan oleh ayah imam yahya bin ma’in kepadanya, dan semua dihabiskan oleh imam yahya bin ma’in untuk menuntut ilmu hingga yang tersisa adalah sendal yang ada di telapak kakiknya.

Guru-guru imam yahya bin ma’in, diantaranya ibnu al mubarak, sofyan bin ‘uyaynah, abi mua’wiyah, marwan biin mua’wiyah, hasyim, waqi’, ulama-ulama lainnya yang hidup di masa imam yahya bin ma’in. Sedangkan murid-muridnya, diantaranya imam ahmad bin hanbal, imam al bukhori, imam muslim, imam abu daud, utsman bin said ad darimi,  abi hatim, ibnu abi syaibah, dan ulama-ulama terkenal lainnya.[5]

Imam yahya bin ma’in adalah imamnya para ulama hadits, karena ulama-ulama hadits seperti imam al bukhori, imam ahmad dan imam-imam lainya banyak meriwayatkan hadits-hadits dari imam yahya bin ma’in, sehingga berkatalah imam ibnu abi hatim: “yahya bin ma’in adalah seorang imam”.

Imam an nasai’ berkata: “yahya bin ma’in adalah salah satu imam dalam bidang hadits yang tsiqoh”.[6]

Imam yahya bin ma’in tinggal di basrah, dia adalah ulama besar di kota basrah ketika itu, ibnu al madini berkata: “telah cukup ilmu di basrah ini dengan yahya bin ma’in dan qotadah”.

Datang seorang pemuda kepada imam ahmad, dan dia berkata: “wahai aba abdillah, lihatlah hadits ini aku mendapatkan kesalahan di dalamnya, maka beliau menjawab: pergilah temui imam yahya bin ma’in sesungguhnya beliau tau kesalahan yang terdapat di dalam hadits ini”.

Imam ahmad bin hanbal berkata: “allah swt telah menciptakan seorang pemuda untuk tugas ini, menjelaskan kedustaan para pendusta hadits terhadap hadits-hadits nabi saw, dia yahya bin ma’in”.

Imam ahmad bin hanbal juga berkata: “semua hadits yang tidak diketahui oleh yahya bin ma’in maka dia bukanlah  hadits”.

Abu ‘abid an nasafi bertanya kepada abu ali sholeh bin muhammad: “mana yang paling tahu tentang hadits, yahya bin ma’in atau ahmad bin hanbal?, beliau menjawab: ahmad bin hanbal adalah orang yang paling tahu tentang fiqih dan permasalahannya, sedangkan yahya bin ma’in adalah yang paling tahu tentang hadits dan rajulnya”.[7]

Muhammad bin ustman bin abi abi syaibah mendengar dari ali bin al madini berkata: “aku tinggal di baghdad sejak empat puluh tahun, di sana aku berdiskusi dengan ahmad, kalau kami berikhtilaf, maka kami mendatangi yahya bin ma’in dan bertanya kepadanya, maka ia akan memberikan jawaban yang benar, sungguh ialah orang yang paling tahu tentang hadits”.

Abu al hasan bin al bara’ mendengar dari ibnu al madini berkata: “yahya bin ma’in memberikan pemahaman tentang hadits, dan tidak ada yang menolakknya”.

Bakar bin sahal berkata: “ abdul kholiq bin mansur bercerita kepada ku: aku berkata kepada ibnu ar rumi: aku mendengar sebagian ulama-ulama hadits meriwayatkan hadits dari yahya, dan meraka berkata: telah berkata kepada ku seorang yang terbit darinya sebuah matahari dan tak ada satu pun mataharinya lebih besar kecuali matahari yahya bin ma’in (maksud matahari adalah ilmu atau hadits yang di miliki yahya bin ma’in), maka ia (ibnu rumi) berkata: apa yang membuat mu takjub?, aku mendengar ibnu al madini berkata: aku tidak pernah melihat manusia seperti yahya bin ma’in”.

Berkata abu hatim ar rozy: “jika kamu melihat orang baghdad mencintai ahmad bin hambal, maka ketahuilah sesungguhnya dia adalah ahli sunnah, namun apabila dia membenci yahya bin mai’n sesungguhnya dia bukanlah ahli hadits akan tetapi pendusta”.

Abu al hasan mendengar dari ‘ali, beliau berkata: “kami tidak mengetahui buku-buku hadits yang di tulis oleh anak cucu adam, kecuali buku yang di tulis oleh yahya bin  ma’in”. Ketika itu belum ada kitab shohih bukhori dan shohih muslim.

Ahmad bin ‘Uqbah bertanya kepada yahya bin ma’in: “berapa banyak hadits yang telah anda tulis?, yahya bin ma’in menjawab: aku telah menulis dengan tangan ku sendiri enam ratus ribu hadits (600.000), ahmad bin uqbah berkata: yaitu  dengan pengulangannya”.[8] Di ketahui bahwa pada zamanya belum ada komputer, belum ada laptop, belum ada microsoft word, bahkan mesin ketik pun belum ada, tapi imam yahya bin ma’in dengan taufik dari allah swt beliau mampu menulis enam ratus ribu hadits lengkap dengan sanad-sanadnya dan matannya dengan tangannya sendiri.

Di akhir hayatnya imam yahya bin ma’in meninggalkan seratus eksemplar buku, ada yang mengatakan empat belas eksemplar, ada yang mengatakan tiga puluh eksemplar, dan telah mewariskan ilmu-ilmunya kepada murid-muridnya yang kemudian juga menjadi ulama-ulama besar di masanya diantaranya imam bukhori, imam muslim, imam ahmad, yang bukunya sekarang ada di tangan kita, yang kita baca dan kita nikmati, mereka yang telah berguru, belajar, meriwayatkan dari ulama besar, al imam yahya bin ma’in.

Imam yahya bin ma’in meninggal pada akhir bulan dzul qo’dah, ketika beliau sedang melakukan perjalanan untuk menunaikan haji, kemudian beliau di timpa penyakit dan meninggal pada tujuh malam akhir bulan dzul qo’dah. Tersebarlah berita meninggalnya yahya bin ma’in, beliau dimandikan, dikafankan, disholatkan kemudian di kuburkan. Di hari meniggalnya yahya bin ma’in orang-orang  mengatakan: “inilah orang yang menyerang para pendusta terhadap hadits nabi saw”.[9]

Telah meninggal imam yahya bin ma’in beribu tahun yang lalu, tapi nama beliau masih harum terdengar dalam silsilah rowi hadits, masih indah tertulis dalam kitab-kitab hadits, selalu di sebut-sebut oleh ulama- ulama dan para penuntut ilmu. Beliau meninggal dalam perjalan untuk melaksanakan ibadah haji, semoga beliau tercatat sebagai khusnul khotimah, dan semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala meridhoinya.


     









[1] Kitab qimatuzzan indal ulama
[2] Kitab siir a’lam an nubala, hal: 11-71
[3] Hal:65
[4] Kitab siir a’lam an nubala, hal: 78
[5] Kitab siir a’lam an nubala, imam adz dzahabi, hal:73
[6] Kitab siir a’lam an nubala, hal: 78
[7] Kitab siir a’lam an nubala, hal: 79-81
[8] Kitab siir a’lam an nubala, hal: 82
[9] Kitab qiimatuzzaman indal ulama, syeikh abdul fattah abu ghuddah, hal: 65-67

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUJJATUL ISLAM AL IMAM AL GHAZALI

MAQASHID CINTA

Pelajaran dari masa lalu