NAASHIRUSSUNNAH AL IMAM ASY SYAFI'I
NAASHIRUS SUNNAH AL IMAM ASY SYAFI’I
Naashirussunnah atau
naashirul hadits (penolong sunnah atau penolong hadits) begitulah gelar
yang diberikan ulama kepada al imam muhammad bin idris bin al ‘abbas bin
‘utsman as asy syafi’i. Beliau lahir di gaza (palestina) pada tahun 150
hijriyah, ayahnya meninggal ketika beliau masih kecil, beliau tumbuh sebagai
anak yatim dalam pendidikan ibundanya. Imam asy syafii sudah hapal al qur an
sejak umur tujuh tahun dan sudah hapal kitab hadits “Al Muwattho’” punya
imam malik bin anas.
Ahmad
bin ibrahim mendengar dari al mazani bahwasanya imam asy syafii berkata: “aku
sudah hapal al qur an sejak aku berumur tujuh tahun, dan aku sudah hapal kitab “Al
Muwattho’” sejak berumur sepuluh tahun.[1]
Imam
asy syafi’i hijrah ke madinah belajar dengan imam malik, kemudian pergi ke
yaman, belajar di yaman, kemudian pergi ke baghdad belajar lagi di bahgdad
mazhab hanafi dengan al imam al qodhi al hasan asy syaibani, karena waktu itu
imam abu hanifah sudah meninggal. Imam asy syafi’i menguasai dua mazhab, mazhab
maliki dan mazhab hanafi, karena di makkah dia belajar dengan imam malik, dan
di baghdad belajar dengan murid imam abu hanifah. Setelah itu imam asy syafi’i
pulang lagi ke mekkah, setelah sembilan tahun di makkah imam asy syafi’i
kembali lagi ke baghdad, di baghdad beliau menulis kitab ar risalah yang berisi
tentang ushul fiqh.
Pada
tahun 199 hijriyah imam asy syafi’i pergi ke mesir, di mesir beliau merevisi
kembali kitab ar risalah yang sudah beliau tulis di baghdad, itulah yang di
sebut dengan qoulul jadid (fatwa baru imam asy syafii) di mesir yang di
pakai sampai sekarang dan tersebar di berbagai belahan dunia, sedangkan fatwa
beliau di baghdad di sebut dengan qoulul qodim (fatwa lama). Imam asy
syafi’i menetap di mesir sampai beliau meninggal pada tahun 204 hijriyah,
semoga allah swt merahmatinya.
Imam
asy syafi’i merupakan salah satu ulama mazhab dalam agama islam, ada 4 mazhab
yang mu’tamad dalam islam yaitu, mazhab hanafi, mazhab maliki, mazhab syafi’i,
mazhab hanbali. Mazhab hanafi banyak tersebar kawasan asia selatan, pakistan,
india, bangladesh, srilanka dan maladewa, tesebar juga di mesir bagian utara,
juga di sebagian negara suriah, lebanon, dan irak, juga tersebar di kawasan
kaukasia (chechnya dan dagestan).
Mazhab
maliki banyak berkembang di kawasan afrika utara dan selatan, maroko, aljazair,
tunisia, libia, uni emirate, sebagian wilayah mesir, juga di beberapa negara di
wilayah syam, juga di wilayah hijaz. Sedangkan mazhab syafi’i banyak tersebar
di wilayah asia, indonesia, malaysia, singapore, brunei, dan negara asia
tenggara lainnya, juga tersebar di turki, irak, syria, somalia, dan negara-negara
lainnya. Mazhab hanbali banyak di anut oleh kebanyakan penduduk arab saudi,
sebagian negara oman, beberapa tempat di teluk persia, dan beberapa kota di
asia tengah.
Intinya
empat mazhab ini merupakan mazhab-mazhab yang mu’tamad dalam islam, yang di
gunakan oleh umat muslim diseluruh dunia. Salah satu mazhabnya adalah mazhab
syafi’i yang di nisbatkan kepada al imam asy syafi’i rahimahullah.
Menjadi ulama mazhab itu merupakan
bukti bahwasanya imam asy syafi’i adalah seorang yang memiliki keluasan ilmu
yang sangat luar biasa, untuk mendapat ilmu yang dalam seperti yang di miliki
imam asy syafi’i tentu beliau mendapatkannya dengan penuh perjuangan dan
pengorbanan. Dizaman yang tidak mobil, motor, apalagi pesawat, imam asy syafi’i
berkelana ke berbagai negara untuk belajar dan menutu ilmu, diantaranya hijaz,
irak, mesir, yaman dan berbagai negara lainnya.
Selain
imam mazhab imam as syafi’i juga merupakan orang yang pertama menulis dalam
bidang ilmu ushul fiqh, ada ikhtilaf ulama tentang siapa yang pertama kali
menuliskan kitab ushul fiqh, ada yang mengatakan murid imam abu hanifah, abu
yusuf. Tetapi bukunya tidak ada sampai kepada kita, maka ulama sepakat, dan
masyhur bahwasanya yang pertama kali menulis dalam bidang ilmu ushul fiqh
adalah al imam asy syafi’i.
Imam asy syafi’i berkata: “dulu aku
menulis di tulang-tulang, kemudian aku pergi ke sebuah kantor, aku meminta
kertas dan aku menulis”.[2]
Imam asy syafi’i berkata: “ketika
aku berumur tiga belas tahun aku mendatangi imam malik bersama anak pamanku,
dia mengabari kepada imam malik tentang aku, imam malik menyuruh ku membaca
kitab muwattho’, setelah aku membaca seolah-olah dia takjub kepada ku, kemudian
aku bertanya tentang suatu masalah kepadanya, aku pun takjub kepadanya,
kemudian beliau berkata kepada ku: kamu ini cocoknya menjadi seorang qodhi
(hakim)”.[3]
Imam asy syafi’i juga berkata: “dulu
aku selama dua puluh tahun tinggal di sebuah daerah butunul arab (pusat bahasa
arab karena di daerah tersebut bahasa arabnya masih asli, murni), disana aku belajar
bahasa meraka (bahasa arab), belajar syair, menghapal qur an, dan aku tidak
melewati satu huruf pun kecuali aku telah paham makna dan maksudnya”.[4]
Para ulama memberi gelar imam asy
syafi’i “naashirussunnah/ naashirul hadits”, karena imam asy syafi’i
banyak meluruskan hadits-hadits yang di dalamnya banyak terdapat permasalahan,
pernah imam asy syafi’i membeli kitab hadits milik seorang ulama namanya
muhammad, imam asy syafi’i menghabiskan enam puluh dinar hanya untuk membeli
kitab muhammad, kemudian imam asy syafi’i mentadabburinya, dan mendapatkan
banyak permasalahan.
imam asy syafi’i berkata: “aku telah
menghabiskan uang enam puluh dinar untuk membeli kitab muhammad, kemudian aku
mentadabburinya, dan mendapatkan anyak permasalahan di dalamnya”.[5]
Abu ubaid berkata: “aku tidak
menemukan orang yang lebih cerdas dari asy syafi’i”.
Bahkan yunus bin abdul a’la
mengatakan: “kalau aku kumpulkan ummat ini maka asy syafi’i lah yang paling
cerdas”.[6]
Imam adz dzahabi mengkritik perkataan yunus bin abdul a’la dalam kitabnya “siir
a’lam an nubala” kalau perkataanya
terlalu berlebihan.
Pada umur lima belas tahun, ada yang
mengatakan umur delapan belas tahun, ada juga yang mengatakan dua puluh tahun,
tepatnya setelah meninggalkan makkah pergi ke baghdad kemudian kembali lagi ke
makkah, imam asy syafi’i di minta untuk berfatwa oleh muslim bin az zanji,
mufti makkah ketika itu. Padahal berfatwa bukan perkara yang mudah, seorang
yang berfatwa mesti memilki pengetahuan yang sangat luas, dan ilmu yang sangat
dalam, karena keluasan pengetahuan dan
kedalaman ilmu sang imam pada umur yang masih belia imam asy syafi’i di minta
untuk berfatwa. Ar robi’ mendengar dari al humaidi, mendengar muslim bin az
zanji berkata: “berfatwalah wahai syafi’i, demi allah sesungguhnya engkau sudah
pantas untuk berfatwa”.[7]
Murid
imam asy asyafi’i, imam ahmad bin hanbal berkata: “sesungguhnya allah swt telah
menetapkan setiap seratus tahun ada orang yang mengajarkan sunnah rasulullah
saw dan menyingkirkan para pendusta terhadap rasulullah saw, dan kami
berpendapat seratus tahun pertama adalah umar bin abdul aziz, dan seratus tahun
ke dua adalah muhammad bin idris asy syafi’i”.
Ar
rabi’ bin sulaiman berkata: “setelah melaksanakan sholat subuh imam asy syafi’i
duduk di masjid, kemudian datanglah para ahlul qur an, apabila matahari mulai
terbit selesai pengajian al qur an, datang pula para ahlul hadits, apabila
sudah masuk waktu dhuha selesai pengajian hadits, datang pula orang-orang yang
ingin belajar bahasa arab kepadanya sampai menjelang zhuhur”.
Terkumpul
semua keutamaan dalam diri imam asy syafi’i, terkumpul semua ilmu dalam diri
imam asy syafi’i, apabila di katakan
tafsir, maka dialah imamnya, apabila di katakan fiqh, fiqh ada di
tangannya dan kendalinya, apabila di katakan hadits, maka dialah
nashirussunnah, apabilah di katakan ushul, maka dialah penulis pertama dalam
bidang ushul fiqh, apabila di katakan adab, dialah teladan para ulama, dialah
imam para imam, dialah mufti ummat, dialah lampu terang di dalam kegelapan, dia
adalah tafsir ibnu abbas, hadits ibnu umar, fiqh muadz, kehakiman ali, qiraat
ubai, faroid zaid, syair hasan, dan dalam setiap perkataannya untuk membela
kebenaran dan menyingkirkan kebatilan.
Ma’mar
bin syabib berkata: “aku sudah menguji muhammad bin idris, dan dia mampu
menjawabnya semua dengan sempurna".
Dan
berkata juga Ibnu ‘uyainah tentang imam Asy Syafi’i: “apabilah Muhammad bin
Idris meninggal dunia maka hilanglah keuatamaan orang-orang yang ada di
zamannya”.
Imam
Asy Syafi’i juga pernah ditanyakan kepada beliau tentang al qur an, apa
sebenarnya hakikat al qur an, dari Al Hakim mendengar dari sa’id bin Abi Utsman
dari Al Hasan bin shohib As Syasyi dari Ar Robi’ bahwasanya dia mendengar dari
imam Asy Syafi’i, ditanyakan kepada imam Asy Syafi’i tentang al qur an,
kemudian imam Asy Syafi’i berkata: “hus.. hus.. al qur an itu adalah kalam
allah, barang siapa yang mengatakan al qur an adalah makhluk maka dia telah
kafir”.
Muhammad
bin Yahya bin Adam berkata bahwasanya Ibnu Abdul hakam mendengar imam Asy
Syafi’i berkata: “kalaulah manusia tahu bagaimana perkataan dan hawa nafsunya,
maka mereka akan lari seperti mereka lari dari singa”.[8]
Ar
Robi’ bin Sulaiman berkata: “aku mendengar Asy Syafi’i berkata bahwasanya orang
bersumpah atas nama allah dan dia mengingkarinya maka baginya kafarat, karena
nama allah yang mulia itu bukan makhluk, dan barang siapa yang bersumpah demi
ka’bah atau safa dan marwah maka tidak ada baginya kafarat, karena itu adalah
makhluk, sedang nama-nama allah bukan makhluk”.[9]
Abu
Bakar bin khalad berkata: “aku berdoa di akhir sholat ku untuk imam Asy
Syafi’i”
Al
Hasan bin ‘Ali Al Karobisi mendengar imam Asy Syafi’i pernah berkata: “setiap
orang berbicara berdasarkan kitab atau sunnah maka itulah yang benar, sedang
selain dari pada itu adalah omong kosong”[10]
Ibnu
Abi Hatim mendengar Ar Robi’ berkata kepadanya bahwasanya dia pernah mendengar
Asy Syafi’I berkata: “membaca hadits lebih baik dari pada sholat tathowwu’, dan
menuntut ilmu lebih afdhal dari pada
sholat nafilah”[11]
Dari
Al Mazani beliau mendengar imam Asy Syafi’I berkata: “barang siapa yang belajar
al qur an maka harga dirinya akan menjadi mulia, barang siapa yang berbicara
tentang fiqh maka meningkatlah kekuatannya, barang siapa yang menulis hadits
maka kuatlah hujjahnya, barang siapa yang memperhatikan bahasanya maka
lembutlah karakternya, barang siapa yang belajar ilmu hisab maka akan di
benarkan pendapatnya, barang siapa yang tidak seperti ini, maka ilmu belum
bermanfaat”.[12]
Dari
Ar Robi’ dia mendengar imam Asy Syafi’I berkata: “setiap yang aku katakan adalah
dari rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam, kalau ada perkataan orang
lain yang lebih benar dari perkataan ku maka perkataannya lebih utama dan
jangan ikuti perkataan ku”.
Di
kesempatan lain imam Asy Syafi’I juga pernah berkata dengan makna yang saya:
“jika kalian mendapati di dalam kitab ku bertentangan dengan Sunnah rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam maka katakanlah , dan tinggalkan perkataan ku
(bertentangan itu)”.[13]
Imam
Asy Syafi’I pernah berkata: “setiap hadits rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah perkataanku walaupun kalian tidak pernah mendengarnya dari
ku”.
Beliau juga pernah berpesan: “apabila ada hadits
shohih maka itu adalah mazhab ku”
Ar Robi’ bin Sulaiman bercerita kepada Muhammad bin
Basyar Al ‘Akary tentang imam Asy Syafi’I: “ imam Asy Syafi’I membagi malam nya
menjadi tiga, sepertiga malam pertama untuk menulis, sepertiga malam ke dua untuk
sholat, dan sepertiga malam ke tiga untuk tidur”.[14]
Muhammad bin Ismail bercerita kepada Zakariya As Saaji
bahwa Husain bin Al Karabisy bercerita kepadanya bahwa beliau pernah semalaman
bersama imam Asy Syafi’I, beliau berkata: “aku pernah semalaman bersama Asy
Syafi’I, beliau sholat hampir sepertiga malam, dan aku tidak melihatnya kecuali
beliau membaca lebih dari lima puluh ayat, kalau lebih banyak lagi sampai
seratus ayat, dan beliau tidak melewati satu ayat tentang rahmah kecuali beliau
meminta kepada allah, dan tidak juga satu ayat yang bercerita tentang azab
kecuali beliau meminta perlindungan allah, seakan-akan beliau menggabungkan
rasa harapan dan rasa takut secara bersama”.[15]
Dari Ar Robi bin Sulaiman berkata: “Asy Syafi’I menghatamkan
al qur an dalam bulan Ramadhan sebanyak enam puluh kali”.
Ibnu Abi Hatim menambahkan: “semua itu dilakukannya
dalam sholat”.
Ar Robi juga bercerita bahwa imam Asy Syafi’I berkata:
“aku tidak pernah merasakan kenyang sejak enam belas tahun kecuali hanya
sekali, kemudian aku masukkan tangan ku kedalam mulut ku dan aku
memuntahkannya”.
Imam Asy Syafi’i menjaga dirinya dari kenyang karena
kenyang dapat membuat badan gemuk, hati menjadi keras, mengurangi kecerdasan,
mengundang ngantuk, dan membuat lemas dalam beribadah, oleh karena itulah imam
Asy Syafi’i menjaga porsi makannya.
Berkata imam Ahmad bin Hanbal:
“sesungguhnya
Allah
swt telah menakdirkan setiap seratus tahun ada orang yang mengajarkan sunnah rasulullah
saw dan menyingkir para pendusta terhadap rasulullah saw,
dan kami berpendapat seratus tahun pertama adalah Umar
bin Abdul
Azis
dan seratus tahun kedua adalah imam Asy Syafi’i”.[16]
Qutaibah bin Said berkata: “imam Ats tsauri
meninggal maka hilanglah wara’, imam Asy Syafii meninggal maka hilanglah
sunnah, imam Ahmad bin Hanbal meninggal maka timbullah bid’ah’.
Imam Ahmad bin Hanbal
berkata: “imam Asy Syafi’i adalah orang yang paling fasih di zamannya”.
Ibrahim bin Abdul Thalib
Al Hafiz bercerita bahwasanya dia pernah bertanya kepada Abu Qudamah As Sarkhasi
tentang imam Asy Syafii, Ahmad, Abu Ubaid, dan Abu Ruhawaih maka dia berkata: “imam
Asy Syafi’i adalah yang paling fakih diantara mereka”.
Imam An Nawawi bercerita
bahwa imam Asy Syafi’i pernah berkata: “tidak ada satu orang pun yang menuntut
ilmu dengan kemegahan dan kekayaan yang dimilikinya, tetapi seorang penuntut
ilmu itu hidupnya sederhana dan selalu bercengkrama dengan para ulama”’.[17]
Berkata Yunus bin Abdil
A’laa bahwa imam Asy Syafi’i mengatakan kepadaku: “wahai Abu Musa, sesungguhnya
kefakiran sudah menghiasi kehidupan para ulama dengan qona’ah, dan mereka ridho
dengan itu, fakirnya para ulama itu adalah pilihan mereka sedangkan fakirnya
orang bodoh itu adalah keadaan realita mereka”.[18]
Sejatinya kehidupan seorang
ulama penuh dengan kesederhanaan, diantara mereka banyak juga yang kaya tetapi
lebih memilih hidup sederhana baik ulama zaman dahulu maupun ulama zaman
sekarang.
Disini kami akan menyelingi
sedikit kehidupan kesederhanaan salah seorang ulama di mesir, yang mengabdikan
dirinya untuk mengajar di Al Azhar nama beliau syeikh Said Mursi, salah seorang
ulama senior di Al Azhar. Dengan keilmuwan beliau yang begitu dalam
sesungguhnya beliau mampu untuk hidup dengan harta yang berlebih, tetapi beliau
tetap memilih hidup sederhana, tinggal di kampung, pergi mengajar ke Al Azhar
dengan menggunakan angkutan umum di temani istri beliau karena beliau sudah
tidak mampu untuk berpergian sendiri.
Grand Syeikh Al Azhar
syeikh Ahmad Thayyib, suatu hari ada orang yang ingin menjupai beliau di
kantornya, salah seorang karyawan di kantornya mengatakan bahwa syeikh sedang
keluar, orang yang ingin berjumpa dengan syeikh Ahnmad Thayyib tadi tidak
percaya karena mobil beliau ada di parkiran. Kemudian syeikh Ahmad Thayyib datang
dan tamu tadi menjumpai syeikh Ahmad Thayyib dan berkata: “anda pergi keluar
kenapa anda tidak menggunakan mobil dinas anda wahai syeikh?” syeikh Ahmad
Thayyib menjawab: “aku pergi keluar untuk membeli barang-barang pribadiku
makanya aku tidak menggunakan mobil dinas ku”.
Demikian
singkat cerita kesederhanaan kehidupan ulama yang ada di zaman kita sekarang
kami selingkan dalam kisah ini.
Imam
Asy Syafi’i juga terkenal sebagai orang yang dermawan, beliau senantiasa
menyedekahkan dinarnya, dirhamnya, bahkan beliau juga suka memberikan makanan
kepada orang lain sebagaimana dikatakan ‘Amru bin Sawad.
Ar
Rabi’ berkata: “ketika aku akan menikah, Asy Syafi’i bertanya kepadaku”, beliau
berkata: “berapa yang engkau berikan kepadanya?”, aku menjawab: “tiga puluh
dinar, aku sudah memberikan darinya enam, kemudian dia memberikan aku dua puluh
empat dinar.[19]
Berkata seorang sahabat imam Asy Syafi’i:
“Imam Asy Syafi’i adalah orang yang paling darmawan, pernah dia lewat di dekat
kami, apabila dia mendapatiku dia akan mengajakku, kalau tidak dia akan
berkata: “katakan kepada Muhammad kalau nanti dia datang, suruh dia datang ke
rumahku, aku tidak akan makan siang sampai dia datang”.
Imam
Asy Syafi’i pernah berkata kepada sahabatnya: “asalinya ilmu itu adalah penguatan
dan buahnya adalah keselamatan, asalinya wara adalah qona’ah dan buahnya adalah
ketenangan, asalinya sabar itu adalah keteguhan dan buahnya adalah
keberhasilan, aslinya, aslinya ‘amal itu adalah taufik dan buahnya adalah
kesuksesan, dan tujuan dari semua perkara ini adalah Ash shiddqu.
Dari
Abdurrahman bin Abi Hatim dari Abu Ustman Al Khawarizmy dari Muhammad bin
Rasyiq dari Muhammad bin Hasan Al balkhi beliau berkata: “aku pernah bermimpi
bertemu dengan rasulullah saw, aku berkata kepadanya wahai rasulullah bagaimana
pendapatmu dengan perkataan Abu Hanifah, Asy Syafi’I, dan Malik?” maka
rasulullah saw berkata: “tidak ada perkataan kecuali perkataanku, akan tetapi perkataan
Asy Syafi’i bertentangan dengan para ahli bid’ah”.[20]
Imam
hadits Ahmad bin Al Hasan At Tirmidzi juga pernah bermimpim bertemu dengan rasulullah
saw: “aku bertanya dengan rasulullah saw tentang persoalan ikhtilaf, maka
beliau menjawab: “mengenai Asy Syafi’i dia menghidupkan Sunnah ku”.[21]
Abdurrahman bin Mahdi berkata: “aku selalu mendoakan
Asy Syafi’i di dalam sholat ku”.
Imam
Ahmad bin Hanbal juga berkata: “ada enam orang yang aku doakan ketika waktu
sebelum fajar, salah satunya adalah Asy Syafi’i”.
Berkata Muhammad bin Harun Az Zanjany bahwa
Abdullah bin Ahmad bercerita kepadanya: “aku bertanya kepada ayah ku, seperti
apakah Asy Syafi’i? aku mendengar engkau banyak berdoa untuknya”. Ayahnya
berkata: “wahai anakku, Asy Syafi’i itu ibarat matahari bagi bumi, dan
kesehatan bagi manusia, apakah ada pengganti bagi kedua ini?”.
Imam
Asy Syafi’i juga dikenal sebagai orang yang memiliki kecerdasan melebihi kebanyakan orang, juga memiliki ilmu yang
sangat luas, serta daya hapal yang sangat kuat. sebagaiman yang dikatakan oleh
imam Adz Dzahabi dalam kitabnya Siir ‘Alam An Nubala: “imam Asy Asyafi’i
adalah orang yang kecerdasannya melampaui batas, yang memiliki ilmu yang luas,
dan memiliki daya hafal yang kuat”.[22]
Abu
Tsaur Al Kalby berkata: “aku tidak pernah melihat orang seperti As Syafi’i, dan
Asy Syafi’i pun tidak pernah melihat orang sepertinya”.
Maksud
Abu Tsaur Al Kalby adalah bahwasanya dia belum pernah melihat orang yang
kecerdasannya seperti imam Asy Syafi’i, dan imam Asy Syafi’i pun belum pernah
melihat orang yang kecerdasanya sepertinya.
Ayyub
bin Suwaid berkata: “aku tidak sadar aku sedang hidup sampai aku melihat orang
seperti Asy Syafi’i”.[23]
Ayyub
bin Suwaid salah satu orang yang takjub dengan kecerdasan yang dimiliki imam
Asy Syafi’i, betapa cerdasnya imam Asy Syafi’i sehingga Ayyub bin Suwaid
memujinya dengan pujian yang berlebihan.
Oleh: Khodimul Ilmi Muhammad Fitrah
[1] Kitab siir a’lam an nubala, hal: 12
[2] Kitab siir a’lam an nubala, hal: 12
[3] Kitab siir a’lam an nubala, hal: 13
[4] Kitab siir a’lam an nubala, hal: 13-14
[5] Kitab siir a’lam an nubala: hal: 16
[6] Kitab siir a’lam an nubala, hal:16
[7] Kitab tobaqot al imam asy syafi’i
[8] Kitab siir a’lam an nubala, hal: 19
[9] Kitab Siir A’lam An Nubala, hal: 20
[10] Kitab Siir A’lam An Nubala, hal: 21
Komentar
Posting Komentar