Pertanyaan, dan jawaban air mata Syeikh Ramadhan Al Buthi
Suatu hari Syaikh al-Buthi dan saya diundang untuk menghadiri sebuah muktamar di Perancis. Muktamar ini diadakan selama dua hari. Hari pertama muktamar terbuka untuk Muslim dan non-Muslim, baik dari kalangan tamu undangan, peserta, maupun wartawan. Sementara hari kedua khusus untuk undangan dan peserta yang beragama Islam.
Di hari pertama ada seorang wanita non-Muslim atau ateis
mengikuti muktamar ini sebagai jurnalis. Ia melihat dan mendengarkan dengan
baik semua yang yang disampaikan di muktamar, hingga ia terpengaruh dan hatinya
mulai sedikit terbuka untuk beriman kepada Allah.
Kemudian ia mendatangi panitia penyelenggara untuk meminta
izin agar boleh mengikuti hari kedua muktamar yang dikhusukan bagi peserta
muslim.
Akhirnya panitia berbicara kepada tamu-tamu muslim,
menjelaskan dan memintakan izin untuk wanita ini agar boleh mengikuti muktamar
mereka. Pada awalnya mereka khawatir. Namun akhirnya mereka mengizinkan.
Benar, pada hari kedua ia hadir di tengah-tengah muktamar
yang dikhususkan untuk orang Islam ini. Pada pertemuan ini syaikh al-Buthi
menyampaikan pidato yang sangat penting dan mendalam tentang ibadah,
menghambakan diri (`ubudiah) dan cinta. Sungguh ceramah ini sangat indah serta
menyentuh, apalagi sang penerjemah
berhasil menerjemahkan pidato beliau kepada bahasa Perancis dengan
sangat baik dan penuh perasaan mendalam juga. Para pendengar begitu terpesona.
Kemudian setelah selesai, panitia mendatangi tempat
istirahat syaikh al-Buthi:
"Wahai syaikh al-Buthi, ada seorang wanita menunggu di
pintu ruangan ini menangis dan memohon untuk menemui anda". Ujar panitia
memohon.
"Silahkan, suruh ia menemui saya sekarang". Ucap
syaikh al-Buthi.
Tak lama berselang, wanita itu masuk dan duduk di hadapan
syaikh al-Buthi.
"Wahai tuan, sungguh ceramah Anda begitu indah, hingga
saya menangis dan hati saya benar-benar terbuka. Namun ada satu hal yang ingin
saya tanyakan kepada Anda". Ujar wanita itu.
"Silahkan, apa yang belum Anda pahami?" Beliau
mempersilahkan.
"Bagaimana cara saya takut kepada Allah sekaligus
mencintai-Nya?" . Tanya wanita itu penasaran.
Syaikh al-Buthi menangis mendengar pertanyaan ini.
Setelah beberapa saat menangis, beliau berkata dengan
perkataan yang keluar dari hati penuh cinta:
"Adakah ketakutan yang lebih besar dari pada ketakutan
seorang pecinta yang sangat takut berpisah atau jauh dari Kekasihnya??"
Syaikh al-Buthi kembali meneteskan air mata. Wanita itu
tertunduk, kemudian berkata: "Saya sekarang paham."
• Kisah ini di ceritakan oleh Habib Ali al-Jufri yang
menyaksikan kejadian ini secara langsung.
(Majelis pagi Habib Ali al-Jufri. Kamis 12 Januari 2017)
Komentar
Posting Komentar